Senin, 10 Juli 2023

OPINI ; PAJAK UNTUK SIAPA?

 Nggak Bayar Pajak Sebabkan BBM Naik 3 Kali lipat, Benarkah?





Oleh Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 


Kemenkeu, Sri Mulyani diberitakan mengeluarkan pernyataan kontroversial. Menurutnya, bila masyarakat tidak membayar pajak, maka harga BBM akan naik 3 kali lipat. Tentunya pernyataan demikian mengundang banyak tanggapan. Apalagi pernyataan tersebut muncul setelah kasus flexing para pegawai di instansinya.


Pernyataan Kemenkeu menunjukkan jati diri para pejabat yang miskin empati. 

Di tengah masih tingginya angka kemiskinan yakni 9,57 persen atau 26,26 juta orang di akhir 2022, pejabat seharusnya memikirkan upaya pengentasan kemiskinan sehingga cita-cita mewujudkan kesejahteraan umum sesuai amanat UUD 1945 bisa direalisasikan. Apalagi harga kebutuhan pokok masih tinggi akibat inflasi imbas kebijakan naiknya harga BBM per 3 September 2022. 


Jangan selalu menekan rakyat untuk tertib bayar pajak. Sementara itu banyak para konglomerat termasuk pejabat yang melarikan asetnya ke luar negeri demi menghindari pajak. Kita bisa melihatnya di skandal Panama Papers misalnya.


Di samping itu, pernyataan Kemenkeu itu bertentangan dengan kenyataan. Pertanyaannya, apakah tatkala rakyat rajin bayar pajak lantas harga BBM tidak naik? 

Penerimaan pajak di tahun 2022 adalah sebesar Rp 2.034,5 trilyun atau 114 persen melampaui target perpres 98/2022 yang menargetkan Rp 1.784 trilyun atau naik 31 persen dari realisasi tahun 2021. Artinya rakyat rajin bayar pajak. Tapi yang terjadi per 3 September 2022, pemerintah begitu teganya menaikkan harga BBM. 


Jadi tidak ada hubungannya antara rutin bayar pajak dengan harga BBM.


Tidak perlu memberi ancaman kepada rakyat. Justru hanya akan memperburuk citra pemerintahan dan instansinya. Mestinya yang dilakukan oleh Kemenkeu adalah menata dan mendidik para pegawai di lingkungannya. Tidak perlu sewot dengan reaksi rakyat yang berencana akan memboikot pajak. Itu hanyalah reaksi rakyat yang jengkel dengan kelakuan pejabat pajak khususnya, yang suka flexing. 


Kasus Mario Dandy yang membuka nominal harta bapaknya, Rafael ALun senilai Rp 500 milyar. Sementara Dandy selalu memamerkan kemewahan moge maupun Jeep Rubicon. 

Di Yogya, Kepala Ditjen Bea cukai, Eko Darmanto yang harus diberhentikan lantaran kasus flexing. Begitu pula pegawai Ditjen Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono yang kekayaannya senilai 13 milyar. Putrinya suka flexing, salah satunya memamerkan merek barang Balenciaga seharga Rp 22 juta. 

Ada dugaan korupsi yang melibatkan Andhi Pramono.


Bahkan alibi yang sering digunakan terkait naiknya harga BBM adalah subsidi BBM yang sangat besar, dinilai sangat membebani APBN. Disebutkan subsidi BBM itu mencapai Rp 502 trilyun. Dikatakan pula, bila negara tidak memberi subsidi BBM, tentunya harga BBM bisa lebih mahal. Padahal menurut Perpres 98/2022, disebutkan anggaran subsidi energi dianggarkan sebesar Rp 502 trilyun. 

Rinciannya adalah untuk subsidi dan kompensasi BBM sebesar Rp 267 trilyun, terdiri atas subsidi BBM sebesar Rp 14,6 trilyun dan subsidi kompensasi BBM sebesar Rp 252,1 trilyun. Subsidi untuk listrik sebesar Rp 100,6 trilyun. Sedangkan subsidi LPG sebesar Rp 134,8 trilyun. Artinya hanya Rp 14,6 trilyun sebagai subsidi naiknya harga BBM. Yang subsidi kompensasi BBM sebagai pelipur lara sementara. Itu pun sangat kecil dibandingkan penderitaan rakyat akibat kebijakan menaikkan harga BBM. Semua sektor kebutuhan rakyat terkena imbasnya.


Inilah potret para pejabat di dalam sistem sekuler Demokrasi. Mereka hanya mementingkan urusannya, tidak peduli dengan urusan rakyatnya. Mereka bukan lagi menjadi pelayan rakyat, akan tetapi justru minta dilayani rakyat. Sedangkan rakyat hanya menjadi sapi perahan dari para pejabat yang tidak punya empati dan egois.


Pajak dalam Islam


Pajak bukanlah instrumen utama pemasukan negara di dalam Islam. Pajak atau tepatnya dhoribah menjadi kran terakhir tatkala keuangan negara sedang mengalami defisit.


Pajak atau dharibah itu dikenakan kepada rakyat yang mampu, sekedar untuk menutupi kebutuhan negara yang urgen, seperti membangun jalan utama, biaya dan peralatan jihad dan lainnya. Jadi pajak ini sifatnya sementara hingga terkover kebutuhan negara. 


Hanya saja yang patut kita pahami adalah apakah negara yang sumber pemasukannya itu meliputi kekayaan alam, harta milik negara, fai, kharaj, usyur, harta rikaz, ghonimah dan lainnya akan rentan terhadap defisit? Tentu saja tidak, bahkan tahan terhadap defisit keuangan.

 Berbeda dengan negara sekuler yang memaksa rakyatnya membayar pajak, sementara kekayaan alamnya dikangkangi oleh korporasi. Padahal Indonesia sendiri hanya dengan mengandalkan kekayaan alamnya saja, kesejahteraan akan mudah diwujudkan. Jadi tidak perlu lagi menarik pajak dari rakyat yang justru hanya menjadi beban hidup rakyat.


Ditambah lagi bahwa potret para pejabat dan pegawai negara dalam Islam harus menjadi teladan bagi rakyat. Hal ini ditegaskan oleh Nabi Saw dalam sabda-Nya:


سيد القوم خادمهم

Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka. 


Para pemimpin, pejabat dan pegawai dalam Islam menyadari bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.  Jabatan bukanlah ajang untuk menumpuk kekayaan dan memamerkannya. Menumpuk kekayaan dan memamerkannya merupakan perbuatan tercela yang sudah diperingatkan Allah Swt khususnya di dalam Al-Qur'an Surat At-Takatsur. Flexing bukanlah budaya Islam.


Adalah Khalifah Umar bin Khaththab di saat paceklik, ia menjadi sosok pertama yang memberi teladan keprihatinan. Beliau hanya makan roti keras dan kering sehingga kulitnya menjadi kusam. 


Begitu pula Khalid bin al-walid ra saat wafatnya tidak meninggalkan harta melimpah. Bahkan walaupun beliau memangku jabatan sebagai gubernur Syiria. 


Kalaupun di masa berikutnya, istana pemerintahan dibangun, termasuk ada seragam khusus yang dipakai oleh pasukan misalnya. Maka itu hanya dalam rangka menunjukkan kewibawaan pemerintahan Islam dalam percaturan politik dunia. Di samping agar muncul kepercayaan rakyat terhadap pemerintahannya yang memang sungguh-sungguh dalam mengurusi mereka.


Sebagai contoh dibangunnya istana Top Kapi bagi para Khalifah dan pejabat-pejabat di lingkungan Khilafah Utsmaniyah. Termasuk kostum khusus dan persenjataan yang dimiliki oleh pasukan janissariy. Ini semua untuk menunjukkan kemuliaan dan kewibawaan Islam dan kaum muslimin. Tidak ada kaitannya dengan flexing. 


Demikianlah kerangka Islam dalam menempatkan pajak dan potret para pejabat yang mengelolanya. Ini semua akan terwujud di dalam kehidupan Islami di bawah wadah Al-Khilafah Al-Islamiyyah. Sedangkan Khilafah dijadikan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai metode untuk menerapkan Islam dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. 


#9 Maret 2023.


.Jika Tidak Bayar Pajak Harga BBM Naik Tiga Kali Lipat, Sri Mulyani Dinilai Tak Adil dan Menakuti Rakyat!

https://www.harianterbit.com/nasional/2747883329/jika-tidak-bayar-pajak-harga-bbm-naik-tiga-kali-lipat-sri-mulyani-dinilai-tak-adil-dan-menakuti-rakyat


Tuh uang rakyat digarong!

Mahfud Sebut Pergerakan Uang Mencurigakan Rp 300 T Libatkan 460 Pegawai Kemenkeu!

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/09/11514071/mahfud-sebut-pergerakan-uang-mencurigakan-rp-300-t-libatkan-460-pegawai