S E R U A N ,.........!!!
"SUARA PRIBUMI NUSANTARA*
1. Segera bentuk"DPRD - Dewan Perwakilan Rakyat Darurat" dan "MPRD - Majelis Permusyawaratan Rakyat Darurat " di Senayan. Pecat Jokowi.
2. Bubarkan DPR MPR DPD yang ada sekarang
3. Bubarkan semua Partai Politik, BPIP, KPU, Bawaslu, KPK, dan lembaga lain yang mubazir dan hanya menggerus APBN Negara
4. Lantik DPR MPR DPD hasil Pemilu 2024, Undang semua Raja dan Sultan Nusantara.
5. Segera bersidang dengan agenda utama :
5.1. Kembali ke UUD 1945 Asli
5.2. Membentuk kembali lembaga DPA, tempatkan Raja dan Sultan Nusantara
5.3. Membatalkan semua Undang - Undang dan PERPU yang merugikan Rakyat
5.4. Memutuskan Presiden dan Wapres yang akan dilantik,: hasil Pemilu 2024, atau Pemilu Ulang, atau Sepasang Capres / Wapres yang Ditunjuk dan Dilantik langsung oleh Parlemen saat itu juga !
Putuskan segera di Senayan, bersama Raja dan Sultan Nusantara sebagai Pemilik Sah wilayah dan suku bangsa Nusantara Indonesia, ribuan tahun sebelum terbentuknya negara Republik ini
Selamatkan Indonesia dari Cengkraman Tiongkok Komunis China, .....!!!.
DASAR HUKUM LARANGAN BERKEMBANGNYA FAHAM KOMUNIS
DI INDONESIA
1. TAP MPRS NO. XXV THN 1966 (LARANGAN KOMUNIS DI NKRI)
2. UU NO. 27 THN 1999 ttg perubahan pasal2 dlm KUHP (khususnya buku kedua Bab I ttg Kejahatan terhadap Keamanan Negara, sbb :
a. Pasal 107 a (UU No.27/99) [1]
"Barangsiapa yg scr melawan hukum di muka umum dgn lisan, tulisan & atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dlm segala bentuk & perwujudannya dipidana dgn pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun".
.
b. Pasal 107 b (UU No.27/99)
"Barangsiapa yg scr melawan hukum di muka umum dgn lisan, tulisan & atau melalui media apa pun, menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara yg berakibat timbulnya kerusuhan dlm masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dgn pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun".
.
c. Pasal 107 c (UU No.27/99)
"Barangsiapa yg scr melawan hukum di muka umum dgn lisan, tullsan & atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yg berakibat timbulnya kerusuhan dlm masyarakat, atau berakibat timbulnya kerusuhan dlm masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dgn pidana penjara paling lama 15 (lima betas) tahun".
.
d. Pasal 107 d (UU No.27/99)
"Barangsiapa yang scr melawan hukum di muka yg dengan lisan, tulisan & atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme dgn maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun".
.
e. Pasal 107 e (UU No.27/99). Dipidana dgn pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun :
1) Barangsiapa yg mendirikan organisasi yg diketahui atau patut diduga menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau dlm segala bentuk & perwujudannya;
2) Barangsiapa yg mengadakan hubungan dgn atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yg diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau dlm segala bentuk & perwujudannya dgn maksud mengubah dasar negara. (@infokomando)
Seruan dari Warga Pribumi Nusantara,"
Segera bentuk DPRD - Dewan Perwakilan Rakyat Darurat, dan
MPRD - Majelis Permusyawaratan Rakyat Darurat, di Senayan* !!*"
"Parpol yang Melawan Putusan MK dan UUD 1945 Bisa Dibubarkan?"
Rabu, 21 Agustus 2024
Tindakan DPR merevisi UU 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dianggap sebagai pembangkangan terhadap konstitusi, karena mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas pencalonan kepala daerah dan batas minimum usia calon kepala daerah.
Keresahan terhadap dinamika politik saat ini turut dirasakan banyak masyarakat Indonesia, tak terkecuali Guru Besar Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga pendirian lembaga survei, Saiful Mujani.
Menurut Mujani, MK merupakan lembaga hukum tertinggi yang setiap putusannya patut diikuti.
"Menurut hakim tertinggi di negeri ini, UUD 1945, Pasal 24C, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat," ujar Mujani dikutip RMOL dari akun resminya di media sosial X, pada Rabu (21/8).
Bahkan dia memandang, MK juga memiliki kewenangan untuk meniadakan lembaga politik.
"Dan Mahkamah Konstitusi dapat membubarkan partai politik," sambungnya mengungkapkan.
Melihat kondisi politik hari ini jelang pendaftaran calon kepala daerah, Mujani mempertanyakan kewenangan MK tersebut, dikaitkan dengan langkah DPR yang secepat kilat mengubah UU Pilkada, dan akan disahkan dalam Rapat Paripurna esok hari, Kamis (22/8).
"Apakah partai politik yang melawan keputusan MK sama dengan partai yang melawan UUD 1945, dan karena itu dapat dibubarkan?" tanya Mujani sembari menandai akun X dosen hukum pemilu Universitas Indonesia (UI) yang juga Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana dan mantan Ketua MK yang juga mantan Menko Polhukam Mahfud MD.
Press Release
Sivitas Akademika
Universitas Gunadarma Indonesia
==========================
21 Agustus 2024
Menyikapi kegentingan situasi negara dalam dua hari terakhir ini, dengan penuh keprihatinan dan kesesakan yang mendalam, Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) menilai bahwa tengah terjadi Krisis Konstitusi di Negara Kesatuan Republik Indonesia akibat dari pembangkangan Dewan Perwakilan Rakyat R.I. yang secara arogan dan vulgar telah mempertontonkan pengkhianatan mereka terhadap konstitusi.
Akibatnya, Indonesia kini berada di dalam bahaya otoritarianisme yang seakan mengembalikan Indonesia ke era kolonialisme dan penindasan.
Tingkah-polah tercela yang diperlihatkan para anggota DPR itu, tak lain dan tak bukan merupakan perwujudan kolusi dan nepotisme, yang pada 1998 telah dilawan dengan keras oleh aksi massa dan mahasiswa sehingga melahirkan Reformasi.
Mari kita cermati bersama bahwa:
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat bagi semua, termasuk semua lembaga tinggi negara. c 60/PUU-XXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024 sehari setelah diputuskan, nyata-nyata DPR sangat menciderai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat.
Tidak ada dasar filosofis, yuridis, maupun sosiologis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengubah persyaratan usia calon kepala daerah termasuk besaran kursi parpol melalui revisi UU Pemilihan Kepala Daerah.
Perubahan-perubahan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antar lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Konstitusi versus DPR sehingga kelak hasil pilkada justru akan merugikan seluruh elemen masyarakat karena bersifat kontraproduktif dan akan menimbulkan kerusakan kehidupan bernegara.
Konsekuensi yang tak terelakkan adalah runtuhnya kewibawaan negara, lembaga -lembaga tinggi negara, dan hukum akan merosot ke titik nadir bersamaan dengan runtuhnya kepercayaan Masyarakat.
Kami tersentak dan geram karena sikap dan tindak laku para pejabat baik di tataran eksekutif, legislatif, maupun yudikatif yang sangat arogan dan nyata-nyata mengingkari sumpah jabatan mereka.
Kami sangat prihatin dan cemas akan masa depan demokrasi yang akan menghancurkan bangsa ini.
Kini, para anggota Dewan yang semestinya mengawal dan menjamin keberlangsungan Reformasi justru telah berkhianat dengan menolak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan untuk menjaga demokrasi di negeri ini.
Kondisi saat ini merupakan Kondisi Genting, sehingga kami perlu menyikapi kegentingan tersebut dengan menghimbau semua lembaga negara terkait untuk:
(1). Menghentikan revisi UU Pilkada
(2). Bertindak arif, adil, dan bijaksana dengan menjunjung nilai-nilai kenegarawanan
(3). Meminta KPU segera melaksanakan putusan MK No. 60 dan No. 70 tahun 2024 demi terwujudnya kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila.
(4). Negara harus didukung penuh agar tetap tegar dan kuat dalam menjalankan konstitusi sesuai dengan perundang- undangan, serta mengingatkan secara tegas bahwa kedaulatan rakyat adalah berdasarkan Pancasila
Depok, 21 Agustus 2024
Menyetujui:
1). Prof. Dr. Harkristuti, S.H., M.A., Ph.D.
2). Prof. Dr. drg. Indang Trihandini, M.Kes
3). Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD-Kger, M.Epid, FINASIM
4). Prof. Dr. Jenny Bashiruddin, Sp.THT-L(K)
5). Prof. dr. Budi Sampurna, Sp.F(K). S.H.
6). Prof. Dr. dr. Achmad Fauzi Kamal, Sp.OT(K)
7). Prof. Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K)
8). Prof. Anton Rahardjo, drg, MS.c.(PH), PhD
9). Prof. Dr. Sarworini B. Budiardjo, drg. Sp.KGA(K)
10). Prof. Dr. Hanna Bachtiar, drg. Sp.RKG(K)
11). Prof. Dr. Decky Joesiana Indriani, drg., M.DSc.
12). Prof. Risqa Rina Darwita, drg. Ph.D.
13). Prof. Dr. Sumi Hudiyono PWS
14). Prof. Dr. Titin Siswantining, DEA
15). Prof. Dr. Azwar Manaf, M.Met.
Menyetujui:
16). Prof. Dr. Ivandini Tribidasari Anggraningrum, S.Si., M.Si.
17). Prof. Dr. rer. nat. Terry Mart
18). Prof. Ir. Yulianto S. Nugroho, M.Sc., Ph.D.
19). Prof. Dr. Ir. Riri Fitri Sar
20). Prof. Ir. Isti Surjandari Prajitno, M.T., M.A., Ph.D.
21). Prof. Dr. -Ing. Nandy Setiadi Djaya Putra
22). Prof. Dr. Ing. Ir. Nasruddin, M.Eng
23). Prof. Dr. Dra. Sulistyowati Suwarno, M.A.
24). Prof. Ir. Ruslan Prijadi, M.B.A., Ph.D.
25). Prof. Dr. Lindawati Gani, S.E., Ak., M.B.A, M.M., CA., FCMA., CGMA., FCPA(Aust.)
26). Prof. Ratna Wardhani, S.E., M.Si., CA., CSRS., CSRA.
27). Prof. Dr. Sylvia Veronica Nalurita Purnama Siregar, S.E.
28). Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, Ph.D.
29). Prof. Dr. Bambang Wibawarta, S.S., M.A.
30). Prof. Dr. Multamia Retno Mayekti Tawangsih, S.S., Msc., DEA
31). Prof. Dr. Agus Aris Munandar, M.Hum.
32). Prof. Muhammad Luthfi, Ph.D.
33). Prof. Dr. Maman Lesmana
34). Prof. Dr. Mirra Noor Milla, S.Sos., M.Si.
35). Prof. Dr. Frieda Maryam Mangunsong Siahaan, M.Ed., Psikolog
Menyetujui:
36). Prof. Farida Kurniawati, S.Psi., M.Sp.Ed., Ph.D., Psikolog
37). Prof. Dr. Ali Nina Liche Seniati, M.Si., Psikolog
38). Prof. Drs. Adrianus E Meliala, M.Si., M.Sc., Ph.D.
39). Prof. Dr. Donna Asteria, S.Sos., M.Hum.
40). Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc.
41). Prof. Dr. Valina Singka Subekti, M.Si.
42). Prof. Dr. Soedarsono Hardjosoekarto, MA
43). Prof. drg. Nurhayati Adnan, M.P.H., M.Sc., Sc.D.
44). Prof. dra. Fatma Lestari, M.Si, Ph.D.
45). Prof. Dr. dra. Evi Martha, M.Kes.
46). Prof. Dr. R. Budi Haryanto, S.K.M., M.Kes., M.Sc.
47). Prof. Dr. Eng. Wisnu Jatmiko, S.T., M.Kom.
48). Prof. Dr. Indra Budi, S.Kom., M.Kom.
49). Prof. Ir. Dana Indra Sensuse, M.LIS., Ph.D.
50). Prof. Dr. Ir. Eko Kuswardono Budiardjo, M.Sc.
51). Prof. Achir Yani S. Hamid, MN., DN., Sc.
52). Prof. Dra. Setyowati, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D.
53). Prof. Dr. Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc.
54). Prof. Dr. Rr. Tutik Sri Hariyati, S.Kp, MARS
55). Prof. Yeni Rustina, S.Kp. M.App.Sc., Ph.D.
56). Prof. Dr. Hayun, M.Si., Apt.
57). Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt.
58). Prof. Dr. Retnosari Andrajati, M.S., Apt.
59). Prof. Dr. Berna Elya, M.Si., Apt.
60). Prof. Dr. Abdul Mun’im, M.Si., Apt.
61). Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag. Rer. Publ.
62). Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si.
63). Prof. Dr. Martani Huseini
64). Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si.
65). Prof. Dr. Manneke Budiman
66). Prof. Dr. Rosali Saleh
67). Prof. Dr. Reny Hawari
Nama-nama civitas akademika UI berikutnya akan menyusul..
Catatan Pengirim Berita:
Kawan-kawan media yang kami hormati, bersama ini kami kirimkan press release Pernyataan Sikap dari DGB UI menyikapi situasi terakhir sikap DPR dan Pemerintah terhadap putusan MK no 60 dan 70/PUU-XXII/ 2024.
Banyak terimakasih atas kerjasama teman-teman semua dalam menyebarkan press release ini dalam rangka memperjuangkan keadaan darurat demokrasi negeri kita.
Salam hormat kami,
atas nama DGB UI