JIKA PKI BANGKIT, MEMANGNYA KENAPA?
Ditulis oleh: Asma Nadia
Pertanyaan yang tampak sederhana,
Tapi untuk menjawabnya, mungkin kita perlu menelaah lagi sejarah dan fakta yang ada di lapangan.
Peristiwa bulan Oktober di tahun 1945, ketika kelompok pemuda PKI membantai pejabat pemerintahan di Kota Tegal, menguliti serta membunuh sang bupati. Tak cukup di situ, mereka menghinakan keluarganya. Kardinah, adik kandung RA Kartini yang menikah dengan bupati Tegal periode sebelumnya, termasuk salah satu korban. Pakaian wanita sepuh itu dilucuti, kemudian diarak dengan mengenakan karung goni. Belum peristiwa gerombolan PKI di Cirebon, awalnya demo markas Polisi Tentara di Cirebon, tetapi malam hari menyerang markas tsb.
Betapa saat rakyat Indonesia tengah berjuang melawan penjajah, ketika arek-arek Suroboyo berebut merobek bendera merah putih biru di Hotel Yamato, lalu bertarung menghadapi sekutu pada 10 November, di belahan lain sebulan sebelumnya, sejumlah pejuang turut berdarah-darah dalam pertempuran lima hari di Semarang, membredeli tentara Jepang, PKI justru merusak tatanan bangsa di mana-mana dan mnggerogoti dari dalam.
Anasir PKI bergerak merebut kekuasaan di Slawi, Serang, Pekalongan, Brebes, Tegal, Pemalang, Cirebon, dan berbagai wilayah lain. Menghilangkan ribuan nyawa anak bangsa, tokoh pejuang, ulama dan tokoh masyarakat. Bupati Lebak dihabisi, tokoh nasional Otto Iskandardinata diculik dan dieksekusi mati bahkan keberadaan jenazahnya menyisakan misteri.
Sultan Langkat dan keluarganya dibunuh, bahkan anak-anak perempuan diperkosa ramai-ramai sebelum terbunuh serta hartanya dijarah. Bahkan Gubernur Suryo beserta pengawalnya saat peninjauan konsolidasi kekuatan untuk menghadapi Belanda, tokoh sentral dari peristiwa di Surabaya juga dibunuh PKI dengan cara kejam dan sadis.
Ketika tokoh PKI Amir Syarifuddin Harahap berhasil menjadi Perdana Menteri di tahun 1948, arus bawah PKI merasa mempunyai kekuatan. Muso memproklamirkan Republik Soviet Indonesia, beraliansi komunis. Dan lebih parah lagi dalam Perjanjian Renville, dengan mudah Amir Syarifuddin menyerahkan begitu banyak kekuasaan pada Belanda dan memasung wilayah Indonesia.
Keganasan PKI makin membabi buta.
Saya sebenarnya tidak hendak bercerita tentang peristiwa di Gontor.
Ketika setiap pagi menjelang, satu per satu kyai diabsen dan nama yang disebut serta-merta disembelih. Atau kisah Haji Dimyati, aktivis Masyumi yang digorok lehernya sebelum dimasukkan ke sebuah sumur bersama korban pembantaian lainnya.
Juga tentang kesaksian Isra dari Surabaya yang ayahnya diseret ke sawah sembari dihajar beramai-ramai hingga jasadnya tidak berbentuk lagi; hancur, habis terbakar, dan dimakan anjing. Sang anak terpaksa memungut potongan tubuh ayahnya satu per satu dan dimasukkan kaleng.
Atau cerita Moch. Amir yang empat sahabatnya sesama aktivis dakwah disiksa dengan dipotong kemaluan dan telinga mereka hingga ajal menjemput. Atau testimoni Suradi saat para kyai dimasukkan loji lalu dibakar.
Yang berhasil keluar tak lantas bebas, melainkan dibacoki. Pun saya sejujurnya tidak ingin mengisahkan kesaksian Mughni yang melihat tokoh Islam dari Masyumi di Ponorogo diciduk dan dinaikkan truk. Telinga kakaknya dipotong, lalu dibuang di sumur tua.
Juga tentang Kapolres Ismiadi yang diseret dengan Jeep Wilis sejauh 3 km hingga wafat. Setelah tentara dibunuhi, gantian polisi dilibas. Kemudian pejabat, ulama, serta para santri.
Pasca gerakan komunis berhasil dihentikan di tahun 1948,
pada 1965 PKI kembali beraksi.
Buya Hamka, Ketua MUI pertama dan para ulama lainnya dipenjara. Mereka difitnah oleh kalangan PKI yang saat itu sangat dekat dengan pemerintah berkuasa. Tak hanya menerima siksaan setiap hari, Buya Hamka memperoleh ancaman akan disetrum kemaluannya.
Deretan kisah mengiris hati di atas pernah saya baca, tapi tidak akan saya ceritakan sebagai jawaban atas pertanyaan itu. Karena mungkin hanya dianggap serpihan dari peristiwa kecil.
Tapi, kini mari kita lihat apa yang terjadi jika komunisme berkuasa.
Di Uni Soviet, sekitar 7 juta orang tewas dalam Revolusi Bolsevik dipimpin oleh Lenin. Di masa Stalin 20 juta orang terbunuh untuk memuluskan program komunisme.
Salah satu cara komunisme bertahan adalah, melestarikan tidak adanya perbedaan pendapat, dan jika berbeda sebaiknya dibunuh, berapa pun jumlah korban yang dibutuhkan.
Di Kamboja, sekitar 2 juta orang atau sepertiga jumlah penduduk dibantai untuk mengukuhkan kekuasaan komunis Khmer Merah. Di Cina jumlah korban meninggal dalam revolusi diduga mencapai 80 juta.
Jadi, jika PKI bangkit, memangnya kenapa?
Pertanyaan seperti ini lebih baik dijawab dengan pertanyaan.
JIka PKI pernah mengkhianati kemerdekaan bangsa,
apa jaminan mereka tidak akan mengulanginya?
Jika baru mempunyai sedikit kekuasaan saja sudah membantai begitu banyak orang, apa yang terjadi jika memegang kekuasaan besar?
Jika komunisme dilatih tidak bisa berbeda pendapat, lalu di mana letak kebebasan?
Dan yang terpenting dari semua itu, jangan berteriak korban.
Mengutip Ahmad Mansur Suryanegara, PKI di Indonesia bukan korban, mereka pelaku. Atau istilah Agung Pribadi dalam buku Gara-Gara Indonesia, ini saatnya rekonsiliasi, kita bisa maafkan, tapi jangan lupakan sejarah pembantaian yang dilakukan PKI
JASS MERAH : Jangan Sekali kali melupakan sejarah..!!
JASS MERAH : Jangan Sekali kali melupakan sejarah..!!
SEJARAH YANG TIDAK BOLEH DILUPAKAN OLEH KITA SEMUA
1948 PKI mendeklarasikan diri berdirinya negara Komunis
Dengan central induknya Uni Sovyet, dan dengan deklarasi tersebut melakukan aksi sepihak di sepanjang wilayah pulau Jawa. Dan kemudian dengan kedekatan PKI dengan Soekarno, atas dukungannya PBR Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup, pada akhirnya berhutang budi untuk mendukung kebijakan nya Aidit adanya NASAKOM.
Kronologis sejarah kebangkitan PKI
Tgl 31 Oktober 1948 :
Muso dieksekusi di Desa Niten Kecamatan Sumoroto Kabupaten Ponorogo. Sedang MH. Lukman dan Nyoto pergi ke Pengasingan di Republik Rakyat China (RRC).
Akhir November 1948 :
Seluruh Pimpinan PKI Muso berhasil dibunuh atau ditangkap, dan Seluruh Daerah yang semula dikuasai PKI berhasil direbut, antara lain :
1. Ponorogo,
2. Magetan,
3. Pacitan,
4. Pati,
5. Cepu,
6. Blora,
7. Pati,
8. Kudus, dan lainnya.
Tgl 19 Desember 1948
Agresi Militer Belanda kedua ke Yogyakarta.
Tahun 1949 :
PKI tetap Tidak Dilarang, sehingga tahun 1949 dilakukan Rekontruksi PKI dan tetap tumbuh berkembang hingga tahun 1965.
Awal Januari 1950 :
Pemerintah RI dengan disaksikan puluhan ribu masyarakat yang datang dari berbagai daerah seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Trenggalek, melakukan Pembongkaran 7 (Tujuh) Sumur Neraka PKI dan mengidentifikasi Para Korban.
Di Sumur Neraka Soco I ditemukan 108 Kerangka Mayat yg 68 dikenali dan 40 tidak dikenali, sedang di Sumur Neraka Soco II ditemukan 21 Kerangka Mayat yang semuanya berhasil diidentifikasi. Para Korban berasal dari berbagai Kalangan Ulama dan Umara serta Tokoh Masyarakat.
Tahun 1950 :
PKI memulai kembali kegiatan penerbitan Harian Rakyat dan Bintang Merah.
Tgl 6 Agustus 1951 :
Gerombolan Eteh dari PKI menyerbu Asrama Brimob di Tanjung Priok dan merampas semua Senjata Api yang ada.
Tahun 1951 :
Dipa Nusantara Aidit memimpin PKI sebagai Partai Nasionalis yang sepenuhnya mendukung Presiden Soekarno sehingga disukai Soekarno, lalu Lukman dan Nyoto pun kembali dari pengasingan untuk membantu DN Aidit membangun kembali PKI.
Tahun 1955 :
PKI ikut Pemilu Pertama di Indonesia dan berhasil masuk empat Besar setelah MASYUMI, PNI dan NU.
Tgl 8-11 September 1957 :
Kongres Alim Ulama Seluruh Indonesia di Palembang–Sumatera Selatan Mengharamkan Ideologi Komunis dan mendesak Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Pelarangan PKI dan semua Mantel organisasinya, tapi ditolak oleh Soekarno.
Tahun 1958 :
Kedekatan Soekarno dengan PKI mendorong Kelompok Anti PKI di Sumatera dan Sulawesi melakukan koreksi hingga melakukan Pemberontakan terhadap Soekarno. Saat itu MASYUMI dituduh terlibat, karena Masyumi merupakan MUSUH BESAR PKI.
Tgl 15 Februari 1958 :
Para pemberontak di Sumatera dan Sulawesi Mendeklarasikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), namun Pemberontakan ini berhasil dikalahkan dan dipadamkan.
Tanggal 11 Juli 1958 :
DN Aidit dan Rewang mewakili PKI ikut Kongres Partai Persatuan Sosialis Jerman di Berlin.
Bulan Agustus 1959 :
TNI berusaha menggagalkan Kongres PKI, namun Kongres tersebut tetap berjalan karena ditangani sendiri oleh Presiden Soekarno.
Tahun 1960 :
Soekarno meluncurkan Slogan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang didukung penuh oleh PNI, NU dan PKI. Dengan demikian PKI kembali terlembagakan sebagai bagian dari Pemerintahan RI.
Tgl 17 Agustus 1960 :
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.200 Th.1960 tertanggal 17 Agustus 1960 tentang "PEMBUBARAN MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia)" dengan dalih tuduhan keterlibatan Masyumi dalam Pemberotakan PRRI, padahal hanya karena ANTI NASAKOM.
Medio Tahun 1960 : Departemen Luar Negeri AS melaporkan bahwa PKI semakin kuat dengan keanggotaan mencapai 2 Juta orang.
Bulan Maret 1962 :
PKI resmi masuk dalam Pemerintahan Soekarno, DN Aidit dan Nyoto diangkat oleh Soekarno sebagai Menteri Penasehat.
Bulan April 1962 :
Kongres PKI.
Tahun 1963 :
PKI Memprovokasi Presiden Soekarno untuk Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima yang terdiri dari BURUH dan TANI untuk dipersenjatai dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara” melawan Malaysia.
Tgl 10 Juli 1963 :
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.139 th.1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang PEMBUBARAN GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), lagi-lagi hanya karena ANTI NASAKOM.
Tahun 1963 :
Atas desakan dan tekanan PKI terjadi penangkapan Tokoh-Tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama Anti PKI, antara lain :
1. KH. Buya Hamka,
2. KH. Yunan Helmi Nasution,
3. KH. Isa Anshari,
4. KH. Mukhtar Ghazali,
5. KH. EZ. Muttaqien,
6. KH. Soleh Iskandar,
7. KH. Ghazali Sahlan dan
8. KH. Dalari Umar.
Bulan Desember 1964 :
Chaerul Saleh Pimpinan Partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) yang didirikan oleh mantan Pimpinan PKI, Tan Malaka, menyatakan bahwa PKI sedang menyiapkan KUDETA.
Tgl 6 Januari 1965 :
Atas Desakan dan Tekanan PKI terbit Surat Keputusan Presiden RI No.1/KOTI/1965 tertanggal 6 Januari 1965 tentang PEMBEKUAN PARTAI MURBA, dengan dalih telah Memfitnah PKI.
Tgl 13 Januari 1965 :
Dua Sayap PKI yaitu PR (Pemuda Rakyat) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) Menyerang dan Menyiksa Peserta Training PII (Pelajar Islam Indonesia) di Desa Kanigoro Kecamatan Kras Kabupaten Kediri, sekaligus melecehkan Pelajar Wanitanya, dan juga merampas sejumlah Mushaf Al-Qur’an dan merobek serta menginjak-injaknya.
Awal Tahun 1965 :
PKI dengan 3 Juta Anggota menjadi Partai Komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. PKI memiliki banyak Ormas, antara lain : SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) BTI (Barisan Tani Indonesia), LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakjat) dan HSI (Himpunan Sardjana Indonesia).
Tgl 14 Mei 1965 :
Tiga Sayap Organisasi PKI yaitu PR, BTI dan GERWANI merebut Perkebunan Negara di Bandar Betsi, Pematang Siantar, Sumatera Utara, dgn Menangkap dan Menyiksa serta Membunuh Pelda Soedjono penjaga PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) Karet IX Bandar Betsi.
Bulan Juli 1965 :
PKI menggelar Pelatihan Militer untuk 2000 anggota'y di Pangkalan Udara Halim dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara”.
Tgl 21 September 1965:
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.291 th.1965 tertanggal 21 September 1965 tentang PEMBUBARAN PARTAI MURBA, karena sangat memusuhi PKI.
Tgl 30 September 1965 Pagi :
Ormas PKI Pemuda Rakyat dan Gerwani menggelar Demo Besar di Jakarta.
Tgl 30 September 1965 Malam :
Terjadi Gerakan G30S/PKI atau disebut GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh) : PKI Menculik dan Membunuh 6 (enam) Jenderal Senior TNI AD di Jakarta dan membuang mayatnya ke dalam sumur di LUBANG BUAYA Halim, mereka adalah :
1. Jenderal Ahmad Yani,
2. Letjen R.Suprapto,
3. Letjen MT.Haryono,
4. Letjen S.Parman,
5. Mayjen Panjaitan dan
6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo.
PKI juga menculik dan membunuh Kapten Pierre Tendean karena dikira Jenderal Abdul Haris Nasution. PKI pun membunuh Aiptu Karel Satsuitubun seorang Ajun Inspektur Polisi yang sedang bertugas menjaga Rumah Kediaman Wakil PM Dr. J. Leimena yang bersebelahan dengan Rumah Jenderal AH. Nasution.
PKI juga menembak Putri Bungsu Jenderal AH. Nasution yang baru berusia 5 (lima) tahun, Ade Irma Suryani Nasution, yang berusaha menjadi Perisai Ayahandanya dari tembakan PKI, kemudian ia terluka tembak dan akhirnya wafat pada tanggal 6 Oktober 1965.
G30S/PKI dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yang membentuk tiga kelompok gugus tugas penculikan, yaitu :
1. Pasukan Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief, dan
2. Pasukan Pringgondani dipimpin Mayor Udara Sujono, serta
3. Pasukan Bima Sakti dipimpin Kapten Suradi.
Selain Letkol Untung dan kawan-kawan, PKI didukung oleh sejumlah Perwira ABRI (TNI/Polri) dari berbagai Angkatan, antara lain :
Angkatan Darat :
1. Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro,
2. Brigjen TNI Soepardjo dan
3. Kolonel Infantri A. Latief.
Angkatan Laut :
1. Mayor KKO Pramuko Sudarno,
2. Letkol Laut Ranu Sunardi dan
3. Komodor Laut Soenardi.
Angkatan Udara :
1. Men/Pangau Laksda Udara Omar Dhani,
2. Letkol Udara Heru Atmodjo dan
3. Mayor Udara Sujono.
Kepolisian :
1. Brigjen Pol. Soetarto,
2. Kombes Pol. Imam Supoyo dan
3. AKBP Anwas Tanuamidjaja.
Tgl 1 Oktober 1965 :
PKI di Yogyakarta juga Membunuh :
1. Brigjen Katamso Darmokusumo dan
2. Kolonel Sugiono.
Lalu di Jakarta PKI mengumumkan terbentuknya DEWAN REVOLUSI baru yang telah mengambil Alih Kekuasaan.
Tgl 2 Oktober 1965 :
Letjen TNI Soeharto mengambil alih Kepemimpinan TNI dan menyatakan Kudeta PKI gagal dan mengirim TNI AD menyerbu dan merebut Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dari PKI.
Tgl 6 Oktober 1965 :
Soekarno menggelar Pertemuan Kabinet dan Menteri PKI ikut hadir serta berusaha Melegalkan G30S, tapi ditolak, bahkan Terbit Resolusi Kecaman terhadap G30S, lalu usai rapat Nyoto pun langsung ditangkap.
Tgl 13 Oktober 1965 :
Ormas Anshor NU gelar Aksi unjuk rasa Anti PKI di Seluruh Jawa.
Tgl 18 Oktober 1965 :
PKI menyamar sebagai Anshor Desa Karangasem (kini Desa Yosomulyo) Kecamatan Gambiran, lalu mengundang Anshor Kecamatan Muncar untuk Pengajian. Saat Pemuda Anshor Muncar datang, mereka disambut oleh Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat NU, lalu mereka diracuni, setelah Keracunan mereka di Bantai oleh PKI dan Jenazahnya dibuang ke Lubang Buaya di Dusun Cemetuk Desa/Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi.
Sebanyak 62 (enam puluh dua) orang Pemuda Anshor yang dibantai, dan ada beberapa pemuda yang selamat dan melarikan diri, sehingga menjadi Saksi Mata peristiwa. Peristiwa Tragis itu disebut Tragedi Cemetuk, dan kini oleh masyarakat secara swadaya dibangun Monumen Pancasila Jaya.
Tgl 19 Oktober 1965 :
Anshor NU dan PKI mulai bentrok di berbagai daerah di Jawa.
Tgl 11 November 1965 : PNI dan PKI bentrok di Bali.
Tgl 22 November 1965 : DN Aidit ditangkap dan diadili serta di Hukum Mati.
Bulan Desember 1965 : Aceh dinyatakan telah bersih dari PKI.
Tgl 11 Maret 1966 :
Terbit Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberi wewenang penuh kepada Letjen TNI Soeharto untuk mengambil langkah Pengamanan Negara RI.
Tgl 12 Maret 1966 : Soeharto melarang secara resmi PKI.
Bulan April 1966 : Soeharto melarang Serikat Buruh Pro PKI yaitu SOBSI.
Tgl 13 Februari 1966 :
Bung Karno masih tetap membela PKI, bahkan secara terbuka di dalam pidatonya di muka Front Nasional di Senayan mengatakan :
”Di Indonesia ini tidak ada partai yang Pengorbanan nya terhadap Nusa dan Bangsa sebesar Partai Komunis Indonesia…”
Tgl 5 Juli 1966 :
Terbit TAP MPRS No.XXV Tahun 1966 yang ditanda-tangani Ketua MPRS–RI Jenderal TNI AH. Nasution tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan penyebaran Paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
Bulan Desember 1966 :
Sudisman mencoba menggantikan Aidit dan Nyoto untuk membangun kembali PKI, tapi ditangkap dan dijatuhi Hukuman Mati pada tahun 1967.
Tahun 1967 :
Sejumlah Kader PKI seperti Rewang, Oloan Hutapea dan Ruslan Widjajasastra, bersembunyi di wilayah terpencil di Blitar Selatan bersama Kaum Tani PKI.
Bulan Maret 1968 :
Kaum Tani PKI di Blitar Selatan menyerang para Pemimpin dan Kader NU, sehingga 60 (enam puluh) Orang NU tewas dibunuh.
Pertengahan 1968 :
TNI menyerang Blitar Selatan dan menghancurkan persembunyian terakhir PKI.
Dari tahun 1968 s/d 1998
Sepanjang Orde Baru secara resmi PKI dan seluruh mantel organisasiya dilarang di Seluruh Indonesia dgn dasar TAP MPRS No.XXV Tahun 1966.
Dari tahun 1998 s/d 2015
Pasca Reformasi 1998
Pimpinan dan Anggota PKI yang dibebaskan dari Penjara, beserta keluarga dan simpatisanya yang masih mengusung IDEOLOGI KOMUNIS, justru menjadi pihak paling diuntungkan, sehingga kini mereka meraja-lela melakukan aneka gerakan pemutar balikkan Fakta Sejarah dan memposisikan PKI sebagai PAHLAWAN Pejuang Kemerdekaan RI.
Sejarah Kekejaman PKI yang sangat panjang, dan jangan biarkan mereka menambah lagi daftar kekejamannya di negeri tercinta ini.
Semoga Tuhan YME senantiasa melindungi kita semua.....
BAGIKAN SEJARAH INI.
JADIKAN PELAJARAN
BUAT GENERASI YANG AKAN DATANG
🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇮🇩
PKI Bangkit: Nyata dan Ada
Setelah peristiwa pembantaian Kedung Kopi di Solo Oktober 1965,
masyarakat Solo melakukan aksi balas dendam terhadap kader-kader PKI. Rakyat Indonesia yang mayoritas muslim dan anti PKI, terutama semenjak 1948 sudah merasakan kengerian atas ulahnya PKI. Gaya agitasi yang militan, menolak musyawarah dan maunya menang sendiri, yang terancam dalam aksinya dan bahkan terbunuh bukan hanya para tokoh muslim, tokoh masyarakat dan pejabat pemerintahan saja melainkan ratusan atau bahkan ribuan rakyat yang tidak mendukungnya. Bengawan Madiun, Bengawan Solo, Kaliwedi Klaten, Kali Progo atau Sungai Bogowonto dan tempat-tempat lainnya, bisa saja menjadikan saksi bisu.
Situasi kondisi geografi kependudukan yang tersebar tidak merata pada waktu itu, kebiasaan masyarakat yang kurang informatif masalah yang menimpa dirinya, dan juga lemahnya data kependudukan, sehingga berapa ratus atau ribuan dari golongan korban-korban PKI (mayoritas muslim) tidak terendus.
Dan juga kebiasaan masyarakat muslim Indonesia, memiliki satu ciri kebiasaan perilaku kehidupannya, mudah memaafkan dan mudah juga melupakan atas kejadian besar yang pernah menimpanya. Makanya tidaklah heran, disaat-saat rezim Kakak Jongkwei menghapuskan pelajaran Sejarah dan Agama, reaksinya kurang greget, tahu-tahu generasi masa kini lebih cenderung mendukung kefasikan yang penting "gua happy".
Ternyata diam-diam dengan alasan HAM, Presiden menerbitkan Keppres No. 17 Tahun 2022, tanggal 26 Agustus 2022. Keppres ini berpeluang (atau sengaja diterbitkan?) untuk mendorong pengakuan PKI dan gerombolannya sebagai korban *pelanggaran HAM berat di masa silam".
Konsekwensinya:
1. Jika PKI adalah korban, siapa pelakunya? Pemerintah, TNI, umat Islam, NU, Banser?
2. Para pelaku harus memohon maaf kepada korban dan keluarga PKI.
3. Korban atau keluarganya berhak dapat bermacam kompensasi (pasal 4).
5.PKI akan direhabilitasi, dipulihkan nama baiknya, serta berhak hidup kembali dan berkembang.
Kebangkitan PKI itu nyata dan ada❗
https://www.republika.co.id/berita/owobow385/pembantaian-kedung-kopi-di-solo-dan-pemberontakan-pki-madiun
https://www.faktakini.info/2021/11/ngaku-aria-bima-pdip-mengumpulkan.html