Selasa, 25 Juli 2023

GBHN ADALAH KOMPAS PERAHU REPUBLIK INDONESIA

 By : SAY Qadrie


Perahu NKRI tengah berlayar 


Pengantar : 


    Dahulu kala, ketika pelayaran belum menemukan kompas sebagai penunjuk arah yang akurat, manusia menggunakan tanda alam, berupa bintang, pulau, perairan, jenis ikan yang hidup di perairan itu, dll. 


   Pada masa itu kekuatan penggerak perahu menggunakan layar, dan hembusan angin. Kemudian ditemukan mesin uap,, dan baling - baling untuk menjalankan sebuah perahu dan kapal  mengarungi lautan.


         Ibarat sebuah perahu besar, NKRI yang ditumpangi 275,000,000, ( baca : duaratus tujuh puluh lima juta ) jiwa manusia  yang tengah berlayar menuju pulau impian : masyarakat yang adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan, sesuai cita  - cita kemerdekaan.

 

   Dalam pelayaran bangsa ini mengalami berbagai halangan, rintangan, dihadang ombak yang besar, cuaca buruk, badai, bahkan taufan di tengah lautan. Ganas nya perompak dan bajak laut serta yang paling menyakitkan adalah : sekelompok orang dalam perahu yang mencoba melubangi perahu dari dalam, yang menyebabkan kebocoran, dan bisa mengakibatkan perahu NKRI ini karam ditengah lautan. 


Mereka adalah sekelompok pengkhianat yang bekerja untuk kepentingan bangsa lain. 


3 Era Nakhoda zaman


      Sejak lepas jangkar, 1945 hingga hari ini, perahu NKRI mengarungi lautan zaman yang berubah  - ubah.  Zaman transisi Sukarno, Zaman pelayaran Suharto, dan zaman Reformasi 1998 - 2023 ini. 


Bung Karno dalam salah satu Pidato nya


1. Era Nakhoda zaman Sukarno : 1945 - 1965  ( 20 tahun )


20 tahun pertama pelayaran RI di nakhodai oleh Presiden Sukarno. 

    Era ini dianggap masa transisi, lebih kepada pertarungan mencari bentuk, identitas dan jati diri bangsa ini. Berbagai kepentingan mencoba mendominasi dan mengaktualisasikan diri, agar eksistensi mereka diakui. 


Kaum Nasionalis bertarung dengan Kaum Federalis. 


    Mereka yang menganggap bahwa Kesatuan tidak mungkin dicapai tanpa persatuan, dan persatuan hanya mungkin dengan saling menghargai adat istiadat, budaya, bahasa, kekuasaan atas wilayah asal mereka, yang tidak lepas dari tangan.


Para penguasa didaerah asal kerajaan Nusantara,, menganggap  bentuk Federal, lebih tepat. 

   Sementara  para kaum terpelajar yang banyak menimba ilmu di negeri Belanda dan eropa menganggap, bentuk Unitaris, Persatuan lebih pas. 


Bongkar pasang kabinet pun menjadi hal yang lumrah. 


      Disisi lain ideologi komunis mulai bergerilya dan berupaya menemukan bentuk serta hegemoni nya di kancah politik dan pemikiran bangsa yang baru saja merdeka dari penjajahan asing selama 350 tahun itu. 


Sukarno tampaknya terjepit diantara tujuan kemerdekaan dengan  bentuk pemerintahannya.


   Untuk mengakomodir jutaan anak bangsa yang disesatkan PKI, Sukarno terpaksa mencanangkan ideologi NASAKOM  ( Nasionalis, Agamis, Komunis ) Sukarno terpaksa atau dipaksa menyimpang dari ideologi bangsa ini, : PANCASILA.  

Apa boleh buat. 


    Akibatnya Perahu RI mulai oleng, badai politik dan perpecahan, gerakan perlawanan, ditambah rongrongan dari luar dan dalam, membuat perahu terombang ambing ditengah lautan.


    Akhirnya perahu RI menabrak karang besar bernama Gerakan September 30/ Gestapu PKI,1965.  Sukarno baru sadar, jika keinginannnya merangkul anak - anak bangsa yang tersesat dan disesatkan oleh ideologi komunis, menjadi bumerang, yang menikam nya dari belakang. Subandrio, DN Aidit, Nyoto, yang nota bene orang dekatnya, telah mengkhianati kepercayaan dan rasa kebapakan  nya. 

Sukarno di ujung tanduk dan kemudi di serahkan kepada Suharto


Kesaksian seorang DN AIDIT 
Tokoh puncak G 30 S PKI 1965
AIDIT adalah wakil ketua MPRS saat itu



2. Era Nakhoda zaman Suharto : 1965 - 1997 ( 32 tahun ) 


   Suharto yang menyadari bahwa ideologi Komunis yang diusung Partai Komunis Indonesia/PKI, tidak sesuai dan tidak cocok disandingkan dengan ideologi Pancasila, membabat habis penganut dan pengikut ideologi ini. 


Semua pemimpin nya ditangkap, dan dieksekusi mati.


   Anggotanya ditahan, dan ajaran ideologi Komunis dinyatakan terlarang di Negara Republik Indonesia. Dulu zaman Suharto, KTP mereka diberi kode "OT" Organisasi Terlarang. Mereka diwajibkan apel setiap bulan di Kantor Camat terdekat. Selesai apel mereka diberi pengarahan, dibantu problem nya, dibina, dan diminta untuk tetap setia kepada Pancasila. 


     Suharto sebagai nakhoda relatif sudah mulai menentukan arah perahu bangsa mencapai tujuannya. Zaman Suhartolah di kenal istilah GBHN : Garis Besar Haluan Negara, sebagai kompas menuju pulau harapan cita - cita kemerdekaan, : mewujudkan masyarakat yang adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan. 


     Suharto juga punya tujuan yang jelas dengan REPELITA, 

    Rancangan Pembangunan Lima Tahun. Secara bertahap, berlanjut dan berkesinambungan. Era Suharto juga dikenal adanya gerakan ABRI MASUK DESA. AMD ini membangun infrastruktur di desa bersama masyarakat dengan gotong royong dan bahu membahu. 


   Kekurangan Suharto mungkin adalah , memanfaatkan celah dalam UUD 1945 tentang masa jabatan seorang Presiden. "Presiden dipilih untuk masa jabatan 5 tahun, setelahnya dapat dipilih kembali"  Dipilih kembali dan dipilih kembali. 


    Bisa jadi Suharto mau dipilih kembali dan dipilih kembali, karena rasa tanggung jawabnya kepada bangsa dan negara yang sangat ia cintai ini. Bisa jadi juga karena ia merasa belum ada yang layak untuk menggantikan nya. Dan bisa jadi juga memang karena ia masih tetap ingin berkuasa. 


      Alhasil, Suharto: mungkin karena jenuh melihat beliau dilantik 7x berturut - turut, rakyat, dipelopori mahasiswa dan tokoh nasional, kemudian menuntut perubahan dan pergantian kekuasaan. Suharto lengser dan diteruskan oleh Habibi sebagai wakilnya saat itu, sampai Pemilu digelar nantinya. 


        Reformasi 1998 melengserkan Suharto dari kemudi nakhoda perahu RI. Era Orde Baru dinyatakan tamat pada Mei 1998. 



Suharto : Sejak pertama hingga lengser 1998
Suharto adalah Presiden yang dilantik 7 x berturut - turut



2. Era Nakhoda zaman Reformasi: 1998 - 2023 ( 25 tahun ) 


    Gonjang ganjing dan euphoria Reformasi 1998 menandai era baru dari pelayaran perahu Republik ini. Nakhoda perahu gonta ganti. Sayangnya tidak jelas kemana arah perahu ini menuju? 

Ganti nakhoda, ganti haluan. 

Ganti Presiden, Ganti kebijakan. 

Mengapa ??

Karena tidak adanya haluan negara !! Karena tidak punya kompas !!

GBHN sudah tidak ada. Garis Besar Haluan Negara tidak jelas. 

    UUD 1945 sudah direvisi. Naskah Proklamasi sudah dilupakan. Pembukaan UUD 1945 tak lagi dihayati dan di fahami dengan benar. Tujuan kemerdekaan terbengkalai. Cita - cita kemerdekaan disimpan dalam tumpukan dokumen di pojok lemari usang yang hanya tinggal sebaris teks :" menuju masyarakat yang Adil dalam Kemakmuran, dan Makmur dalam Keadilan " Seakan berubah menjadi mimpi yang hilang ketika Kita membuka mata. 


Pejabat negara dan Politisi sibuk memperkaya diri.

Para ketua Parpol, sibuk lobby - lobby jabatan.

    Suara kebenaran menjadi sumbang ditelinga, jika ada yang meneriakan nya, mereka ditangkap dan di penjara. Rasa empati dibunuh, sehingga kita sebagai bangsa berubah menjadi sekawanan serigala lapar yang saling menggigit dan mencakar memperebutkan mangsa. 

Nusantara yang beragam dalam persatuan, berubah menjadi permusuhan. 

Yang kaya tak mau berbagi, yang miskin makin terjepit. 


       Kita lupa bahwa tiket naik perahu layar bernama NKRI ini adalah " Bhineka Tunggal Ika" 


      Pemimpin kita alih - alih menyatukan semua suku bangsa, malah mereka membelah nya dengan Kadrun dan Cebong. Bukan nya welas asih dan menyayangi semua golongan, malah berpihak kepada suatu golongan. Keadilan hanya bagi mereka yang sanggup membayarnya. Kemiskinan hanya dijadikan bahan lelucon dan tertawaan di meja makan. Makin hari makin jauh melenceng dari tujuan kemerdekaan itu sendiri. 


    Proyek - proyek mercusuar dibangun agar kelihatan gagah,, bukan agar bangsa ini menjadi sejahtera.  Kekayaan alam dan bumi bangsa ini dijual murah, bahkan dikangkangi untuk golongan mereka saja. Simpanan kekayaan perut bumi dikeruk. Jutaan hektar lahan tadah hujan dan hutan tropis sumber oksigen, dibabat. Atas nama demi masyarakat,, demi bangsa,, sekelompok orang memperkaya diri membabi buta. 


" Jika kezaliman masuk dari pintu depan, maka keadilan akan keluar dari pintu belakang". 



Morowali hari ini



Apa solusinya ?


1. Kembali ke UUD 1945 yang asli dengan revisi dan penyempurnaan


    UUD 1945 adalah hasil pemikiran para pendiri negara dan bangsa ini. Berbeda dengan KUHP , yang saduran dari UU Belanda, UUD 1945 dirumuskan, dipikirkan, di kodifikasikan, dibakukan oleh mereka yang asli putra bangsa Nusantara yang kemudian dikenal dengan bangsa Indonesia. 

Mereka adalah orang yang telah merasakan pahit nya penjajahan.

Mereka adalah orang yang keluar masuk bui zaman Belanda dan Jepang. 

Mereka adalah para pejuang di medan perang, bukan hanya di medan politik. 


2. Kembali ke ideologi Pancasila


     Pancasila bukan hanya lima poin yang tertulis di leher perisai Garuda,, Pancasila adalah perisai bangsa yang otentik, asli, original, : digali dari nafas dan kehidupan bangsa ini sejak ribuan tahun yang lampau. 


    Perisai ini akan mampu menangkis setiap ancaman bangsa dan negara. Perisai ini akan menangkis ideologi, faham, pemikiran, infiltrasi bangsa lain, siapapun, yang tidak sesuai dengan Pancasila. 


Siapa bilang agama Islam  tidak Pancasilais? Siapa bilang Islam agama teroris ?


Sila pertama Pancasila adalah : Ketuhanan Yang Maha Esa. 

     Ketuhanan yang Maha Esa adalah konsep tauhid dalam agama Islam. Pancasila  dan Tauhid jelas sejalan. Searah. Satu tujuan. Jika ada kelompok yang membenturkan antara Islam Vs Pancasila, jelas mereka bukan dari kalangan ummat ber agama. Karena semua agama memahami konsep Ketuhanan, kecuali tentu saja, ideologi Komunis yang mengatakan : Agama adalah candu bagi masyarakat, dan Tuhan telah Mati. 


    Harus difahami bahwa ideologi Marxisme, Leninisme, ( berkembang di Uni Soviet, sebelum menjadi Rusia sekarang, Jerman yang kemudian menjadi Jerman timur,)  dan Maoisme, ( berkembang di Tiongkok menjelma menjadi PKC, Partai Komunis China ) : adalah ideologi komunis yang tidak meletakkan porsi agama sebagaimana seharusnya. 


   Mereka memusuhi semua agama, baik agama bumi maupun agama langit. Mereka memusuhi Ummat Kristen, Ummat Islam, Ummat Yahudi, Ummat Budha,, Ummat Hindu, dan Ummat beragama lainnya. Jika ada mereka yang mengaku ber agama, itu hanya sebatas kamuflase saja. 


3. Kembali ke GBHN


GBHN sangat diperlukan dalam upaya mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.

    GBHN akan berfungsi sebagai kompas negara. Tempat tujuan. Pulau harapan.  Siapapun nakhoda nya, tujuannya tetap sama. Siapapun Presidennya, Ia harus mengarahkan perahu layar NKRI ini kesana, tidak boleh melenceng. 


Kalau melenceng, Kita akan tersesat ditengah lautan. 


4. Kembalikan fungsi DPR, DPRRI, DPD, dan MPRRI


DPR ; Harus menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah daerah nya


DPRRI : Harus menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah pusat, Presiden dan kabinetnya,, serta pejabat tinggi negara seperti ketua MA, KY, KPK, Kapolri, Panglima ABRI, dll : dan sebaiknya mereka dilantik oleh lembaga legislatif, bukan oleh Pemerintah.

 Sehingga diharapkan bersikap netral bagi bangsa dan negara ini. 

Ketika mereka merasa bertanggung jawab kepada rakyat, tentu saja mereka akan membela, melindungi, dan mengayomi rakyat. Berbeda ketika mereka merasa bertanggung jawab kepada Pemerintah seperti sekarang ini. 


DPD : Sebaiknya di angkat, bukan dipilih, dari raja sultan atau  kalangan keturunan raja dan sultan Nusantara di tiap daerah. Jika pun ada yang dipilih, mereka dari kalangan tokoh masyarakat setempat tiap provinsi, yang akan mendampingi para raja dan sultan Nusantara di tingkat pusat. 


MPRRI : Harus dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai refresentasi dari rakyat Nusantara yang bergabung dalam negara Indonesia. MPRRI harus menjadi lembaga terkuat di negara ini, sehingga Pemerintah merasa punya kewajiban menjalankan amanah MPRRI, dan tidak semena - mena. 


Kedepan nya, Presiden harus dilantik oleh MPRRI. 


Lembaga KPU hanya difungsikan sebagai "Panitia Penyelenggara Pemilu" saja, baik Pilpres maupun Pilkada, dan tidak harus serempak segala, akan tetapi sesuai kebutuhan setiap daerah masing - masing. Sehingga tidak akan muncul pejabat PLT, yang bisa saja tidak mewakili aspirasi rakyat daerah, akan tetapi mewakili Pemerintah yang berkuasa.


Idealnya semua ASN, ABRI, dan Polri : tidak diberikan hak pilih dalam Pemilu


    Karena mereka mewakili Negara, yang bersifat konstan dan tetap. Siapapun Gubernur nya, mereka tetap bekerja dibawah arahan pemimpinnya, : Gubernur  adalah Kepala Daerah setempat. 


   Siapapun Presiden nya, mereka tetap bekerja dibawah arahan Menteri Negara yang ditunjuk oleh sang Presiden itu. Meski Presiden bergonta ganti, toh mereka tetap mengabdi,, kepada Negara tentunya, bukan kepada pejabat sementara yang dipilih 5 tahun sekali oleh rakyat.



PKI dan Gestapu 1965


Senin, 10 Juli 2023

OPINI ; PAJAK UNTUK SIAPA?

 Nggak Bayar Pajak Sebabkan BBM Naik 3 Kali lipat, Benarkah?





Oleh Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 


Kemenkeu, Sri Mulyani diberitakan mengeluarkan pernyataan kontroversial. Menurutnya, bila masyarakat tidak membayar pajak, maka harga BBM akan naik 3 kali lipat. Tentunya pernyataan demikian mengundang banyak tanggapan. Apalagi pernyataan tersebut muncul setelah kasus flexing para pegawai di instansinya.


Pernyataan Kemenkeu menunjukkan jati diri para pejabat yang miskin empati. 

Di tengah masih tingginya angka kemiskinan yakni 9,57 persen atau 26,26 juta orang di akhir 2022, pejabat seharusnya memikirkan upaya pengentasan kemiskinan sehingga cita-cita mewujudkan kesejahteraan umum sesuai amanat UUD 1945 bisa direalisasikan. Apalagi harga kebutuhan pokok masih tinggi akibat inflasi imbas kebijakan naiknya harga BBM per 3 September 2022. 


Jangan selalu menekan rakyat untuk tertib bayar pajak. Sementara itu banyak para konglomerat termasuk pejabat yang melarikan asetnya ke luar negeri demi menghindari pajak. Kita bisa melihatnya di skandal Panama Papers misalnya.


Di samping itu, pernyataan Kemenkeu itu bertentangan dengan kenyataan. Pertanyaannya, apakah tatkala rakyat rajin bayar pajak lantas harga BBM tidak naik? 

Penerimaan pajak di tahun 2022 adalah sebesar Rp 2.034,5 trilyun atau 114 persen melampaui target perpres 98/2022 yang menargetkan Rp 1.784 trilyun atau naik 31 persen dari realisasi tahun 2021. Artinya rakyat rajin bayar pajak. Tapi yang terjadi per 3 September 2022, pemerintah begitu teganya menaikkan harga BBM. 


Jadi tidak ada hubungannya antara rutin bayar pajak dengan harga BBM.


Tidak perlu memberi ancaman kepada rakyat. Justru hanya akan memperburuk citra pemerintahan dan instansinya. Mestinya yang dilakukan oleh Kemenkeu adalah menata dan mendidik para pegawai di lingkungannya. Tidak perlu sewot dengan reaksi rakyat yang berencana akan memboikot pajak. Itu hanyalah reaksi rakyat yang jengkel dengan kelakuan pejabat pajak khususnya, yang suka flexing. 


Kasus Mario Dandy yang membuka nominal harta bapaknya, Rafael ALun senilai Rp 500 milyar. Sementara Dandy selalu memamerkan kemewahan moge maupun Jeep Rubicon. 

Di Yogya, Kepala Ditjen Bea cukai, Eko Darmanto yang harus diberhentikan lantaran kasus flexing. Begitu pula pegawai Ditjen Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono yang kekayaannya senilai 13 milyar. Putrinya suka flexing, salah satunya memamerkan merek barang Balenciaga seharga Rp 22 juta. 

Ada dugaan korupsi yang melibatkan Andhi Pramono.


Bahkan alibi yang sering digunakan terkait naiknya harga BBM adalah subsidi BBM yang sangat besar, dinilai sangat membebani APBN. Disebutkan subsidi BBM itu mencapai Rp 502 trilyun. Dikatakan pula, bila negara tidak memberi subsidi BBM, tentunya harga BBM bisa lebih mahal. Padahal menurut Perpres 98/2022, disebutkan anggaran subsidi energi dianggarkan sebesar Rp 502 trilyun. 

Rinciannya adalah untuk subsidi dan kompensasi BBM sebesar Rp 267 trilyun, terdiri atas subsidi BBM sebesar Rp 14,6 trilyun dan subsidi kompensasi BBM sebesar Rp 252,1 trilyun. Subsidi untuk listrik sebesar Rp 100,6 trilyun. Sedangkan subsidi LPG sebesar Rp 134,8 trilyun. Artinya hanya Rp 14,6 trilyun sebagai subsidi naiknya harga BBM. Yang subsidi kompensasi BBM sebagai pelipur lara sementara. Itu pun sangat kecil dibandingkan penderitaan rakyat akibat kebijakan menaikkan harga BBM. Semua sektor kebutuhan rakyat terkena imbasnya.


Inilah potret para pejabat di dalam sistem sekuler Demokrasi. Mereka hanya mementingkan urusannya, tidak peduli dengan urusan rakyatnya. Mereka bukan lagi menjadi pelayan rakyat, akan tetapi justru minta dilayani rakyat. Sedangkan rakyat hanya menjadi sapi perahan dari para pejabat yang tidak punya empati dan egois.


Pajak dalam Islam


Pajak bukanlah instrumen utama pemasukan negara di dalam Islam. Pajak atau tepatnya dhoribah menjadi kran terakhir tatkala keuangan negara sedang mengalami defisit.


Pajak atau dharibah itu dikenakan kepada rakyat yang mampu, sekedar untuk menutupi kebutuhan negara yang urgen, seperti membangun jalan utama, biaya dan peralatan jihad dan lainnya. Jadi pajak ini sifatnya sementara hingga terkover kebutuhan negara. 


Hanya saja yang patut kita pahami adalah apakah negara yang sumber pemasukannya itu meliputi kekayaan alam, harta milik negara, fai, kharaj, usyur, harta rikaz, ghonimah dan lainnya akan rentan terhadap defisit? Tentu saja tidak, bahkan tahan terhadap defisit keuangan.

 Berbeda dengan negara sekuler yang memaksa rakyatnya membayar pajak, sementara kekayaan alamnya dikangkangi oleh korporasi. Padahal Indonesia sendiri hanya dengan mengandalkan kekayaan alamnya saja, kesejahteraan akan mudah diwujudkan. Jadi tidak perlu lagi menarik pajak dari rakyat yang justru hanya menjadi beban hidup rakyat.


Ditambah lagi bahwa potret para pejabat dan pegawai negara dalam Islam harus menjadi teladan bagi rakyat. Hal ini ditegaskan oleh Nabi Saw dalam sabda-Nya:


سيد القوم خادمهم

Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka. 


Para pemimpin, pejabat dan pegawai dalam Islam menyadari bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.  Jabatan bukanlah ajang untuk menumpuk kekayaan dan memamerkannya. Menumpuk kekayaan dan memamerkannya merupakan perbuatan tercela yang sudah diperingatkan Allah Swt khususnya di dalam Al-Qur'an Surat At-Takatsur. Flexing bukanlah budaya Islam.


Adalah Khalifah Umar bin Khaththab di saat paceklik, ia menjadi sosok pertama yang memberi teladan keprihatinan. Beliau hanya makan roti keras dan kering sehingga kulitnya menjadi kusam. 


Begitu pula Khalid bin al-walid ra saat wafatnya tidak meninggalkan harta melimpah. Bahkan walaupun beliau memangku jabatan sebagai gubernur Syiria. 


Kalaupun di masa berikutnya, istana pemerintahan dibangun, termasuk ada seragam khusus yang dipakai oleh pasukan misalnya. Maka itu hanya dalam rangka menunjukkan kewibawaan pemerintahan Islam dalam percaturan politik dunia. Di samping agar muncul kepercayaan rakyat terhadap pemerintahannya yang memang sungguh-sungguh dalam mengurusi mereka.


Sebagai contoh dibangunnya istana Top Kapi bagi para Khalifah dan pejabat-pejabat di lingkungan Khilafah Utsmaniyah. Termasuk kostum khusus dan persenjataan yang dimiliki oleh pasukan janissariy. Ini semua untuk menunjukkan kemuliaan dan kewibawaan Islam dan kaum muslimin. Tidak ada kaitannya dengan flexing. 


Demikianlah kerangka Islam dalam menempatkan pajak dan potret para pejabat yang mengelolanya. Ini semua akan terwujud di dalam kehidupan Islami di bawah wadah Al-Khilafah Al-Islamiyyah. Sedangkan Khilafah dijadikan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai metode untuk menerapkan Islam dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. 


#9 Maret 2023.


.Jika Tidak Bayar Pajak Harga BBM Naik Tiga Kali Lipat, Sri Mulyani Dinilai Tak Adil dan Menakuti Rakyat!

https://www.harianterbit.com/nasional/2747883329/jika-tidak-bayar-pajak-harga-bbm-naik-tiga-kali-lipat-sri-mulyani-dinilai-tak-adil-dan-menakuti-rakyat


Tuh uang rakyat digarong!

Mahfud Sebut Pergerakan Uang Mencurigakan Rp 300 T Libatkan 460 Pegawai Kemenkeu!

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/09/11514071/mahfud-sebut-pergerakan-uang-mencurigakan-rp-300-t-libatkan-460-pegawai