Sabtu, 19 Agustus 2023

JANGAN TERIAK MERDEKA, MALU KITA !

JANGAN TERIAK MERDEKA, MALU KITA !

(Taufik Ismail)




Negeri ini masih dicekik ribuan triliun hutang berbunga haram.

Jika negeri ini telah mampu melunasi hutang itu.


Silahkan teriak merdeka !


Jika belum mampu, 


lebih baik diam dan berfikir

Malu kita.


Banyak anak negeri yang hanya jadi babu di negeri orang.


Mereka, seringkali disiksa dan dianiaya. 

Jika negeri ini belum mampu memulangkan mereka. 

Memberi pekerjaan layak dan mensejahterakan.


Jangan teriak merdeka !


Lebih baik diam dan berfikir

Malu kita


Negeri katulistiwa ini dihampari kekayaan alam yang luar biasa. Namun dikelola oleh orang lain. Rakyat hampir tak menikmati nya. 

Jika kekayaan alam ini belum bisa dikuasai negara.


Jangan teriak merdeka !


Lebih baik diam dan berfikir

Malu kita


Kemiskinan dan pengangguran semakin meluas. 

Terasa berat untuk bisa hidup layak. 

Bahkan harga-harga terus merangkak naik. 

Ditambah pajak yang kian mencekik. 

Jika masih meluas kemiskinan.


Jangan teriak merdeka !


Lebih baik diam dan berfikir

Malu kita


Anak negeri tengah terjerembab watak amoral

Narkoba meraja lela

Seks bebas liar menyasar siapa saja. 

Pornoaksi dan pornografi makin menggila.


Jika anak bangsa masih amoral. 

Jangan teriak merdeka !


Lebih baik diam dan berfikir

Malu kita.


Demokrasi korporasi mencengkram negeri ini


Keuangan yang maha kuasa


Korupsi menjadi budaya


Kolusi makin menganga


Kerugian uang rakyat tak terkira.


Jika perilaku ini masih mewarnai bangsa


Jangan teriak merdeka !


Lebih baik diam dan berfikir

Malu kita


Luas negeri ini dipenuhi potensi sumber daya

Namun garam masih impor

Namun singkong masih impor.

Jika negeri ini belum mandiri.

Memenuhi kebutuhan bangsanya sendiri


Jangan teriak merdeka !


Lebih baik diam dan berfikir

Malu kita


Luas negara ini jutaan hektar. 

Namun lebih dari setengah dikuasai asing.


 Hingga rakyat tak lagi punya lahan luas. 


Berdesak-desakan di tanah yang sempit.


Jika tanah negara belum mampu direbut kembali


Jangan teriak merdeka !!


Lebih baik diam dan berfikir

Malu kita


Malu kita

Tak berdaya

Tak Kuasa 

Lumpuh di ketiak penjajah.


..Malu Kita...



Dharma Pongruken


Manusia Merdeka dalam Pemikiran yang Terjajah

Kontemplasi hutRI

Suara batin seorang wanita :


"Kemana Bun?", tanya suami saya.

"Jalan kaki, keluar. Bunda gelisah", jawab saya sekenanya.
Bendera dan aksesoris merah putih memeriahkan sepanjang jalan komplek perumahan. Banner Dirgahayu Kemerdekaan RI terpampang besar di lapangan fasum.

Memandang langit di luar perumahan, tampak lebih luas. Menghela nafas panjang, menghirup udara yang nyaman merdeka, mensyukurinya dan menghembuskannya. 

Salah satu cara melepaskan kegelisahan saya. Lega terasa, meski sifatnya sementara - berlaku saat itu saja.

Sebentar lagi perayaan kemerdekaan negeri ini ke 78 tahun. Analoginya kalau manusia sudah manula. Saya renungi keresahan yang tiada henti. Benarkah sebagai jelata saya telah merasa merdeka secara hakiki? 

Hingga saat ini saya merasa hidup dalam kondisi yang ironis.

 Bersyukur atas berkah negeri yang merdeka, secara bersamaan mengeluhkan beraneka persoalan tak kunjung reda dan beredarnya logika berpikir yang tak memuaskan akal.  

Bergembira di tengah perkembangan jaman dan masifnya pembangunan, namun merasakan penderitaan akibat begitu banyak tekanan dalam beberapa aspek kehidupan. 

Menerima dan menjalani konsekuensi hasil kebijakan politik seperti melambungnya harga semua komoditas kebutuhan, naiknya tarif pajak, tapi tak diikuti perbaikan secara ekonomi.

 Terkadang harga terbang sampai tak masuk akal.  

Pendidikan dasar dan lanjutan yang katanya gratis, tapi tarikan iuran pun tak habis-habis. Belum lagi biaya pendidikan di perguruan tinggi, nilainya bikin ngeri. 

Ada banyak kantor pengadilan, tapi keadilannya sulit ditemukan. Dan seterusnya daftar panjang fakta-fakta yang kontradiksi. 

Mirip retorika janji-janji 5 tahunan, baik partai maupun lembaga negara yang banyak melesetnya. Dan bagi kaum emak-emak itu semua berarti beban yang teramat berat.

Mau dinalar dengan akal atau dirasakan dengan hati seluruh kondisi negeri ini diksinya sama - ironis.  



Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 
oleh Pak Harto



Seseorang pernah membuat puisi panjang tentang situasi ini. Menyadarkan kita bahwa ada ketimpangan besar antara harapan dan kenyataan yang biasa disebut sebagai sebuah masalah. 

Benar secara de jure kita telah merdeka. 

Modal kemerdekaan memberi kesempatan bagi negeri ini untuk membangun sarana prasarana pelayanan publik. Ini wujud  harapan dalam sebuah baris lagu kebangsaan Indonesia Raya, : bangunlah badannya. 

Namun, adakah demikian halnya dengan perwujudan membangun jiwanya?

Jiwa yang tak kasat mata, mampu berpikir dan merasakan. Tubuh fisik manusia Indonesia jika boleh dianalogikan sebagai sebuah perangkat keras, perlu sejumlah perangkat lunak yang kompatibel. 

Ini bisa berupa sebuah ideologi yang hanya cocok untuk manusia Indonesia. 

Maka para pendiri negeri ini bersepakat menyiapkan landasan berpikir dan berbuat versi Indonesia. Sebuah world view , sebuah way of life. 

Bernama Pancasila. 

Namun ironisnya lagi, dalam praktiknya negara tak mampu menjaga pelaksanaannya dengan baik. Belum juga tercapai sinkronisasi dengan konsepnya yang hebat. 

Kemerdekaan berpikir memberi ruang bebas tanpa batas untuk menerima dan mengijinkan masuk semua pemikiran tanpa pandang bulu.  

Ideologi asing yang tak kompatibel seperti kapitalisme, sekulerisme, liberalisme, hedonisme, dll bahkan yang terlarangnya kaffah seperti komunisme-sosialisme rasa kapitalisme, mengisi penuh ruang kepala dan ruang kehidupan.

Saking masifnya dan bebasnya, seiring waktu - apa pun yang diharamkan secara konstitusi telah ada dan berlaku positif di negeri ini. 

Bahkan UUD 1945 secara senyap telah direvolusi sejak 2002 melalui berbagai amandemen. Sebuah taktik revolusi cerdas tanpa perlu berdarah-darah. 

Ini hanya contoh akibat fatal praktik kebebasan di tingkat sumber hukum tertinggi yang menghamba pada  ideologi kaum kapitalis.

Ideologi dan isme-isme asing yang tak cocok ini telah demikian akut menjajah pemikiran dan mengubah pemahaman kolektif bangsa Indonesia. Padahal perbuatan seseorang itu kerap dilakukan atas dasar pemahamannya. 

Maka, masih eksiskah landasan berpikir asli - sebagai software yang paling kompatibel dalam kepala manusia Indonesia? Atau masih bisakah dikatakan bangsa Indonesia merdeka berpikir, selama penjajahan pemikiran asing itu dibiarkan merajalela?

Kita masih perlu waktu untuk belajar menjadi manusia merdeka yang berpikir merdeka, belajar mengharmoniskan teori dan praktik, belajar setia dan bertanggung jawab pada kesepakatan, serta berbuat mengedepankan kepentingan yang lebih besar bagi negeri ini. 



Sutiyoso : Jangan sampai pribumi tersisih dari negeri sendiri



Sejarah perjuangan akan tetap berlanjut sampai akhir jaman.

 Kisah yang hampir serupa, namun dengan pemeran yang berbeda wadahnya. Ada barisan para pejuang. Mereka yang konsisten berjuang mewujudkan tujuan kemerdekaan, tulus ikhlas, pamrihnya hanya Allah. 

Ada komplotan penghianat yang hobinya membuat kebijakan ingkar konstitusi-ideologi, berlomba korupsi dan abai kepentingan rakyat. Di dalamnya termasuk para mafia yang bergerilya di dalam kekeruhan di mana pun tempatnya, dst.

 Hasil perbuatan akhir penghianatan adalah kerusakan dan kebinasaan sebuah bangunan negara. Perilaku ini benar-benar menafikan cita-cita proklamasi kemerdekaan.

Ada yang kurang disadari rakyat negeri ini. Semua mata dunia mengincar "kehebatan" dan segala potensi terbaik seluruh isi negeri ini untuk dibegal dan dimiliki.

Negeri ini dengan segala anugerah dan karunia Allah, berpotensi menjadi sebuah negeri besar yang kuat dan bermartabat - yang hak rakyatnya merasakan keadilan dan kemakmuran sebagai tujuan kemerdekaan dapat diwujudkan. 

Namun semua itu dikembalikan pada kesadaran kita. Mau atau tidak mengubah kondisi terpuruk, mengangkatnya menjadi lebih baik hingga tercapai adil makmur dan berkah? 

Untuk itu, pemikiran merdeka harus dimurnikan kembali. Menyaring, mengambil dan menggunakan hanya ide atau pemikiran yang cocok dan pas bagi manusia Indonesia.

Bahwa pertolongan Allah itu sangat dekat. Akan datang jika memang bangsa ini mau berjuang penuh kesungguhan memantaskan diri mendapat pertolonganNya.

Kota Hujan, 14 Agustus 2023


Belajar dari sejarah Tibet