Sabtu, 17 Desember 2022

Opini : Pemilu 2024 Urgen dan Genting ?

 By : Dwi Kuswantoro

Ketua DPW Partai Ummat DIY




KEGENTINGAN PELAKSAANAAN PEMILU 2024

Yogyakarta, 16 Desember 2022


     Tahapan awal pemilu yang diawali dengan verifikasi administrasi dan faktual Partai Politik telah selesai. Puncaknya adalah pleno KPU tingkat nasional (14/2) dengan hasil 17 memenuhi syarat (MS) dan satu Tidak Memenuhi Syarat (TMS) yaitu Partai Ummat.


Apakah clear dan clean hasil dari verifikasi Parpol tersebut?  Jawabnya tidak.

 Mengapa? Karena masih menyisakan masalah. 


Pertama, 

indikasi verifikasi faktual bermasalah. Hal tersebut disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih dan direlease dibanyak media (12/12).


Kedua, 

berita koran Tempo dan Kompas (12/12) dugaan adanya perintah untuk meloloskan atau meng-MS kan tiga partai yaitu Gelora, PKN dan Garuda. 


Ketiga,

 pernyataan tokoh reformasi dan sekaligus ketua Majelis Syuro Partai Ummat Prof. Dr. Amin Rais (13/12) bahwa ada upaya serius untuk menggagalkan Partai Ummat untuk bisa mengikuti Pemilu 2024. 


Keempat, 

pernyataan beberapa tokoh seperti Hadar Nafis Gumay (mantan komisioner KPU), yang mengatakan bahwa memang ada upaya atau skenario untuk menggagalkan Partai Ummat melalui perintah dari pusat ke KPU daerah. Hal tersebut diperkuat adanya somasi dari beberapa personel KPU daerah ke KPU pusat tentang adanya perintah khusus untuk meloloskan partai-partai tertentu tertentu.


      Jadi proses verifikasi faktual Parpol memang ditengarai menyisakan masalah serius.   Dan hal ini pertama dalam sejarah penyelenggaraan Pemilu di Indonesia tahapan sangat awal sudah diwarnai tindakan yang sungguh melukai perasaan publik yang ingin hadirnya pemilu yang bersih.



Ini Kata Prof DR Suteki SH. M.Hum


Teguran ke KPU


     Kondisi kegentingan pelaksanaan Pemilu 2024 akhirnya menyentuh nurani semua anak bangsa. Hari ini (16/12) tokoh-tokoh nasional seperti Busyro Muqoddas, Abraham Samad, Novel Baswedan, Hadar Nafis Gumay dan lain-lain, total 35 tokoh dan kemungkinan akan bertambah, memberikan teguran keras ke KPU melalui surat terbuka berjudul: 

 "Jangan Curang dan Pastikan Pemilu Berlangsung Tepat Waktu 2024".


     Harapan pemilu yang bersih dan berkualitas adalah harapan semua warga bangsa. Karena hanya dengan Pemilu kita bisa melakukan perbaikan kondisi bangsa. Produk dari pemilu adalah legislator dan eksekutif yang akan membawa arah bangsa. 


Artinya Pemilu yang bersih dan berkualitas adalah harga mati, 

kalau kita ingin memastikan arah bangsa ada di jalur yang benar.


Kembali dengan persoalan verifikasi faktual, KPU sudah seharusnya mendengarkan suara-suara dan masukan konstruktif tersebut. 


     Sebagai manusia biasa, berbuat kesalahan adalah sebuah kewajaran. Mengakui kesalahan dan kemudian melakukan perbaikan dan bertaubat tentu jauh lebih baik, daripada terus menggunakan banyak dalih yang dibungkus dengan peraturan untuk menutupi kesalahan.


Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi 'tepo sliro' (menjaga rasa dan perasaan) sangatlah mudah memaafkan. 


Upaya Partai Ummat menyelesaikan sengketa Pemilu ke Bawaslu harus kita hormati sebagai hak konstitusi  untuk menjaga marwah demokrasi. 


      Penyelesaian sengketa pemilu di Bawaslu sebelum menggunakan tahapan sidang ajudikasi ada tahapan mediasi. Ketika mediasi para pihak yang menggugat (peserta pemilu) dan tergugat (KPU) bisa menemukan kata sepakat pada tahap mediasi tidak diperlukan lagi tahapan ajudikasi. 


Dalam konteks budaya tepo sliro , tahapan mediasi bisa menjadi jalan konstruktif dimana para pihak saling memahami dan menyepakati untuk upaya perbaikan. Tentu saja kalau hal ini terjadi, akan jauh lebih baik. 


     Polemik beberapa hari terakhir yang menguras energi warga bangsa bisa diselesaikan dengan budaya kita yaitu saling memaafkan dan menyepakati melakukan perbaikan para pihak.


     Kalau hal ini terjadi harapan untuk hadirnya   pemilu yang bersih dan berkualitas kembali ada secercah harapan. Tetapi kalau kemudian mengendepankan pendekatan ajudikasi yang berimplikasi menang kalah (win lose), jelas akan menyimpan bara dalam sekam dan sangat mungkin pada akhirnya membakar demokrasi yang begitu mahal kita bangun ini. 

Dan kalau itu terjadi yang rugi kita sebagai bangsa dan yang akan bergembira adalah para begal demokrasi yang bekerja dibelakang layar.


Yogyakarta, 16 Desember 2022